Vonis Mati Ferdy Sambo Bertentangan Dengan Pancasila Dan UUD 45
libasmalaka.com- Hukuman mati yang dijatuhkan kepada Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Hutabarat atau Brigadir J. Vonis mati yang dijatuhkan oleh majelis hakim tidak sesuai dengan konstruksi hukum hak asasi manusia (HAM) karena telah melanggar hak hidup seseorang. Juga bertentangan dengan pancasila sebagai philosofische grondslag Nilai nilai seperti kemanusiaan dan keadilan tidak dipertimbangkan majelis hakim. Hal itu disampaikan oleh Dr. Yohanes Bernando Seran S.H M.Hum, kepada media ini di Ruang kerjanya Badan Kesbangpol kabupaten Malaka Selasa 14 Februari 2023
Lanjut Dr. Nando Seran yang saat ini masih menjabat sebagai kepala Badan Kesbangpol kabupaten, “Khan ada hal – hal yang meringankan yang tampak pada diri ferdy sambo seperti sopan dalam persidangan Tidak pernah dihukum. Jujur mengakui tindakannya. Lebih faripads. itu Sambo juga punya jass di bodanf kepolisian. Bahkan hakim harus mencari motifnya supaya ada paralelustis dengan tindakannya membunuh josua. Masa tidak ada motif apa – apa seorang jenderal mengorbankan kariernya. Tutur Nando Seran
Kebenaran materiil yang dicatat dalam kasus inipun menggunskan alat – alat bukti yang bisa saja tidak sempurna atau invalid. Oleh karena itu , sangat dibutuhkan keyakinan hakim untuk memutuskan secara adil sebagaimana teori pembuktian negatif yang dianut dalam pembuktian pidana indonesia
Lebih dalam Dr. Nando Seran menyampaikan, Hakim harus diperiksa komisi yudisial karena membuat vonis yang tidak adil dan tidak berperikemanusiaan. Tidak mempertimbangkan semua hal yang meringankan terdakwa ferdy sambo.
Pengacara ferdy sambo harus banding agar hakim dapat mempertimbangkan semua fakta persidangan secara mutatis mutandis dan memveri vonis yang seimbang dan mengabaikan vonis mati karena selain bertentangan dengan pancasila juga bertentangan dengan uud 45 yang mengatur tentang hak hidup warga negara yang tidak boleh diambil oleh siapapun selain Tuhan yang maha kuasa Hakim harus diperiksa komisi yudisial.timpal Nando Seran
Vonis 20 tahun untuk putri chandrawati pun dapat dieksaminasi karena dalam kasus ini putri adalah korban. Putri bukan pelaku tindak pidana meski kalau dapat dibuktikan putri bisa dikualufikasi sebagai ikut serta dalam tindak pidana. Karena itu vonis 20 tahun adalah mengada ada dan lebih daripada itu tidak manusiawi karena mengabaikan sama sekali fakta tentang statusnya sebagai korban. Tegas Dr. Nando Seran (Edi)