Pers di Rampas Kebablas Menerobos Batas
![](https://www.libasmalaka.com/wp-content/uploads/2025/02/1738985143090-1-1024x576.jpg)
Surabaya – Pers merupakan suatu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun media elektronik dan segala saluran yang tersedia.
Pers di Indonesia telah berkembang sejak zaman penjajahan, pada awal kemerdekaan dan sepanjang masa demokrasi terpimpin hingga menjelang masa orde baru.
Kehidupan politik terutama dunia kepartaian sangat mempengaruhi kehidupan pers nasional terdapat pola pertentangan antara pihak pers pendukung pemerintah dan pihak pers oposisi.
Masa orde baru banyak peristiwa yang membuktikan bahwa kebebasan pers sangat dibatasi bahkan dirampas, Undang-undang No.11 Tahun 1966 diganti dengan Undang-undang No.21 Tahun 1982 tidak ada perubahan secara substansial.
Kebebasan pers tetap dikontrol oleh pemerintah melalui surat izin terbit yang semakin diperkuat melalui SIUPP bahkan surat izin terbit menjadi salah satu ladang korupsi bagi pemerintah karena banyaknya permintaan namun begitu sulit mendapatkan izin.
Pada tahun 1998, lahir gerakan reformasi terhadap rezim orde baru yang kemudian melahirkan peraturan perundang-undangan sebagai pengganti peraturan perundangan yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, berdasarkan teori media normatif, pers di era reformasi menggambarkan liberal pluralis or marked model, dimana isu-isu yang diliput oleh pers semakin beragam.
Kekuasaan masa orde baru runtuh pada 21 Mei 1998 menyebabkan adanya perubahan di seluruh sektor baik di bidang ekonomi, sosial, politik dan kultural, Pers mengalami perubahan khususnya dalam mengemukakan pendapat serta mengekspresikan kebebasan.
Fenomena ini berakibat munculnya berbagai media massa elektronik maupun cetak seperti surat kabar, tabloid, majalah dan televisi juga media baru seperti media sosial.
Sistem pers pada era reformasi adalah sistem pers bebas sehingga banyak media massa yang melanggar prinsip dasar jurnalisitik dalam menyampaikan kebenaran.
Pers kerapkali digunakan sebagai alat untuk kepentingan politik dan ekonomi pribadi maupun kelompok tertentu hal ini sebagai dampak pemusatan kepemilikan media massa pada segelintir orang.
Tidak jarang kebebasan pers mendapatkan keluhan, kriminalisasi, kecaman dan kekerasan dari berbagai pihak karena telah dianggap berubah menjadi “Kebablasan Pers” tidak sesuai dengan makna dari kebebasan pers itu sendiri.
Pers merupakan pilar keempat sebagai alat kontrol yang memiliki posisi strategis terkait informasi publik atau menjadi salah satu tolak ukur kualitas demokrasi di sebuah bangsa dan negara.
Beberapa waktu lalu menambah panjang daftar kekerasan yang dialami insan pers.
Di era reformasi justru meningkat dibandingkan pada masa orde baru. Dengan adanya kebebasan pers, media massa merasa bisa meliput apa saja hingga ancaman kekerasan terhadap insan pers relatif besar dan bukan indikasi kembalinya masa orde baru yang mengekang kebebasan pers melainkan dari konsekuensi kebebasan pers itu sendiri.
Pers di era reformasi tidak ada rasa takut untuk mengkritisi berbagai kebijakan para penguasa dan hal ini jarang dilakukan di masa orde baru.
Kebebasan pers mencakup tanggung jawab sosial menjadi suatu hal penting yang harus diperhatikan, utamanya adalah menyampaikan informasi berdasarkan data dan fakta sesuai dengan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat bukan informasi yang mementingkan ego.
Jika insan pers terlibat di lembaga lain akan menimbulkan conflict of interest yang dapat mempengaruhi kualitas liputan.
Hak tolak dan hak jawab bisa di salahgunakan untuk kepentingan pihak lain yang tentunya mengganggu kode etik jurnalistik.
Kerapkali kebebasan pers dieksploitasi oleh beberapa media dalam hal memperoleh keuntungan sebanyak mungkin dengan tidak mempedulikan tugas dan fungsinya sebagai instrumen masyarakat, banyak media yang melanggar prinsip dasar jurnalistik dalam menyampaikan kebenaran.
Sistem pers di dikte oleh kekakuan pasar yang cenderung memberitakan konflik sensasional, tidak pada etika, pers kerap digunakan sebagai kepentingan politik dan ekonomi pribadi maupun kelompok tertentu.
Hal ini sebagai dampak pemusatan kepemilikan media pada segelintir orang.
Pers memiliki dua definisi yaitu pengertian sempit meliputi penyiaran-penyiaran, gagasan, serta berita-berita tertulis, sedangkan pers dalam pengertian luas seluruh media komunikasi massa berupa fikiran dan perasaan baik menggunakan kata-kata tertulis atau dengan kata-kata lisan.
Pers nasional memiliki peran sebagai media yang memberikan informasi, edukasi, hiburan dan sebagai lembaga yang melakukan kontrol sosial.
Kemudahan mendirikan lembaga pers setelah tahun 1999 menjadikan pers nasional dibuka kebebasan seluas-luasnya hingga menerobos batas dari alat perjuangan melenceng menjadi alat ekonomi dan politik.
Kemerdekaan pers masih menghadapi sejumlah masalah terutama kesejahteraan wartawan serta makin tergerusnya audiens media massa.
Di era digital apabila ditemukan pelanggaran kode etik terkait insan pers bisa di cabut status kewartawanannya dan diberlakukan selamanya, hal ini untuk menjaga martabat pers.
Semoga pers Indonesia inklusif, memberikan banyak ruang bagi suara-suara masyarakat kalangan bawah atau miskin dikabarkan ke publik, ” Selamat Hari Pers Nasional “.
(Artikel Eko Gagak)