Pugutan Liar PTSL di Wilayah Kediri Desa Jati Berjalan Aman
KEDIRI JATIM – Lambannya proses pembuatan sertipikat tanah selama ini menjadi pokok perhatian pemerintah. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN telah meluncurkan Program Prioritas Nasional berupa Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
PTSL adalah proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, yang dilakukan secara serentak dan meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan di dalam suatu wilayah desa atau kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu. Melalui program ini, pemerintah memberikan jaminan kepastian hukum atau hak atas tanah yang dimiliki masyarakat.
Metode PTSL ini merupakan inovasi pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat: sandang, pangan, dan papan. Program tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri No 12 tahun 2017 tentang PTSL dan Instruksi Presiden No 2 tahun 2018.
Namun, berdasarkan data yang dihimpun dari Jurnalis Media SuaRakyat dan Media Infopol saat tim investigasi dilapangan serta berbagai sumber dari warga sekitar terjadi dugaan pungutan liar seperti hal nya ada penambahan pembelian per patok ada yang Rp12 ribu pada proses Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di wilayah Kediri Desa Jati, Kecamatan Tarokan. Kamis (20/6/2024).
“Apakah terus menggelinding sehingga menjadi bola liar, sehingga diperlukan adanya respon dari Pemerintah setempat.
Sekedar diketahui, berdasarkan SKB 3 Menteri dan Peraturan Bupati Kediri Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Persiapan Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa, pengajuan PTSL biaya pengurusan hanya sebesar Rp150 ribu per bidang.
Namun praktiknya di lapangan, disinyalir masyarakat yang hendak mengurus sertifikat tanah melalui program PTSL dipungut biaya sebesar Rp600 ribu per bidang, bahkan lebih di salah satu Desa Jati, Kecamatan Kediri, Jawa Timur.
Berdasarkan info yang di dapat, PTSL tahun 2024 di Kabupaten Kediri mendapat kuota atau jumlah SHAT yaitu 56.184 bidang dan PBT seluas 12.491 hektar.
Adapun jumlah anggaran yang digunakan untuk program tersebut berasal dari APBN berkisar Rp 9,9 miliar dan APBD sebesar Rp 5 miliar.
Pemimpin Redaksi (Pemred) Slamet Pramono menyampaikan jurnalis Investigasi sangat penting dalam aktivitasnya sebagai kontrol sosial dalam mengungkap fakta yang tersembunyi.
“Melalui Investigasi dapat mengungkap kegiatan yang merugikan masyarakat secara akurat sesuai dengan fakta yang ada. Sehingga apa yang disampaikan bukan opini ataupun dugaan yang membuat informasi menjadi HOAX dan merugikan publik,” tegas Slamet selaku Pemimpin Redaksi Media SuaRakyat.
(Tim/Red)