22 Desember 2024

Optimalisasi Peran Strategis Bawaslu Hasilkan Pemilu Berkualitas

0
Spread the love

Oleh : Dede Farhan Aulawi (Pemerhati Pemilu)

Pemilu di Indonesia memiliki asas “LUBER” yang merupakan singkatan dari Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia. Langsung, berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum, berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas, berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Rahasia, berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.

Asas ini jika bisa diimplementasikan secara utuh tentu sangat ideal, namun dalam prakteknya karena banyak kepentingan, kendala dan lain – lain sehingga masih diperlukan adanya perbaikan – perbaikan serta pengawasan yang lebih efektif. Pengawasan yang efektif ini akan sangat berpengaruh pada hasil pemilu yang berkualitas. Namun hal ini pun sama, pengawasan yang efektif juga belum bisa diterapkan secara ideal. Tapi semangatnya untuk terus melakukan perbaikan patut kita hormati dan hargai. Adagiumnya, “Tidak ada yang “Terbaik”, tapi pasti akan selalu ada yang “lebih baik”.

Kemudian jika dilihat perkembangannya, terutama di masa reformasi berkembang pula asas “Jurdil” yang merupakan singkatan dari “Jujur dan Adil”. Asas jurdil ini memberi tekanan pada seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pemilu agar bisa berlaku jujur dan adil. “Jujur” mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat/ pemimpin yang akan dipilih. Asas “adil” adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.

Dalam hal tersebut, kualitas dan integritas penyelenggara pemilu akan sangat menentukan. Bukan hanya penyelenggara di KPU dan Bawaslu saja, tetapi juga KPUD dan Bawasluda. Termasuk kepiawaian dalam penyelesaian sengketa hasil pemilu ataupun pilkada, karena prakteknya seringkali terjadi saling gugat terhadap hasil pemilu tersebut. Jargon “siap kalah dan siap menang” dalam tataran praktek tidak sesederhana itu, apalagi adanya dugaan berbagai praktek manipulasi dan kecurangan suara, dan lain – lain. Oleh karena itu Bawaslu Kabupaten/Kota pun semuanya harus memahami pola dan prosedur penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan Pilkada. Semua harus paham mulai dari penerimaan sengketa secara tepat dan efisien melalui Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS).

Di samping itu, masih ada lagi keperluan peningkatan kapasitas dan mutu keterampilan atau kemampuan teknis mediasi dan sidang adjudikasi. Apalagi hal tersebut akan berkaitan dengan kewenangan dalam melakukan sidang dan membuat putusan. Termasuk sosialisasi dan familirisasi penggunaan Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS). SIPS diharapkan dapat membuka informasi yang luas kepada peserta sehingga pengajuan permohonan penyelesaian sengketa dapat mewujudkan pelaksanaan tugas-tugas penyelesaian sengketa lebih efektif, efisien, dan transparan secara cepat dan praktis (online).

Hal ini juga diperkuat oleh keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) terkait dengan legalitas kedudukan dan wewenang Bawaslu Kabupaten/Kota yang bersifat peramanen. Hal ini tentu meligitimasi keputusan rekomendasi Bawaslu Kabupaten/Kota menjadi sah. Oleh karena itu peran Bawaslu, termasuk Bawaslu Daerah semakin penting dalam menjamin kejujuran dan keadilan para penyelenggara pemilu dan seluruh pihak yang terkait. Misalnya saja bagaimana Bawaslu/ daerah mampu melakukan pengawasan terhadap ASN (Aparatur Sipil Negara) guna menjamin netralitas sesuai aturan. Artinya tidak ada paksaan atau tekanan dari pemilik kekuasaan yang memerintah dan menggiring mereka untuk memilih orang atau partai tertentu.

SIPS yang sudah dimiliki oleh Bawaslu diharapkan bisa diimplimentasikan lebih efektif lagi oleh seluruh personil yang terkait, dan diharapkan bisa digunakan secara merata di seluruh tanah air. Satu Data Indonesia (SDI) dan infrastruktur teknologi diharapkan juga sudah mampu menunjang secara efektif untuk keperluan ini. Jika SIPS udah sudah bisa dimaksimalkan penggunaannya maka transparansi dan akuntabilitas Bawaslu akan semakin meningkat. Apalagi dalam penyelesaian sengketa saat ini tidak ada lagi mediasi, melainkan musyawarah mufakat sebagai kesepakatan bersama. Dalam persidangan mufakat akan selalu ditawarkan, kecuali saat pembacaan putusan. Terlebih waktu masa penyelesaian sengketa 12 hari kalender.

Dengan demikian efektifitas pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu/ daerah ini akan sangat menentukan kualitas pemilu. Namun sekali lagi tantangan pemenuhan SDM yang berkualitas dan berintegritas yang merata di seluruh tanah air tentu menjadi tantangan tersendiri. Semoga kualitas pemilu di tanah air ini, dari waktu ke waktu bisa semakin baik lagi. Inilah kunci pokok pemikiran penyelenggaraan dan pengawasaln pemilu yang berkualitas dan efisien.(£)

About Post Author

Tinggalkan Balasan