22 Desember 2024

Asumsi Bahwa Ada Kekeliruan Dalam Putusan Hakim, Forum Diskusi RAYA Indonesia Usung Tema PK Tarmizi

Spread the love

Jakarta, www.libasmalaka.com – Permohonan Peninjauan Kembali (PK) mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Tarmizi, SH, MH yang terjerat tindak /Red korupsi telah dikabulkan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI Dalam Putusannya, Majelis Hakim Mahkmah Agung yang memeriksa perkara PK tersebut menyatakan bahwa alasan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana mengenai adanya “kekhilafan atau kekeliruan yang nyata” dapat dibenarkan dan permohonan peninjauan kembali tersebut dikabulkan tanpa harus mempertimbangkan lagi alasan permohonan PK lainnya. Dan atas dasar ini, Majelis hakim mengurangi hukuman kurungan Tarmizi menjadi 3 Tahun yang pada awalnya diputus Pengadilan Negeri Pusat selama 6 ,5 Tahun.

Dr.(c) Hery Chariansyah, SH, MH., Ketua Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan Indonesia (RAYA Indonesia) mengatakan bahwa putusan PK ini menjadi menarik untuk dilakukan telaah hukum dalam forum-forum diskusi.

Oleh karenanya RAYA Indonesia melaksanakan Forum Diskusi mengundang Advokat muda, wartawan-wartawan muda dan Mahasiswa Hukum untuk memaknai Putusan PK tersebut dalam perpsektif hukum materil dan kaitannya terhadap proses dan peluang penanganan hukum dan putusaan hakim dalam menangani serta mengadili sebuah perkara.

“Diskusi ini sengaja kami gelar agar generasi muda baik yang dalam posisi sebagai Advokat, mahasiswa hukum maupun wartawan dapat memahami praktek-praktek hukum dan penanganannya dilapangan, dari semua proses. Momen kali ini kami sengaja mengangkat tema Peninjauan Kembali (PK) lengkap berikut penjelasannya dan perbandingan dari kasus-kasus serupa,” ungkap Hery saat membuka forum diskusi yang dilakukan di Ciracas, Jakarta Timur pada Sabtu (2/11) lalu.

Hery menjabarkan bahwa tema yang diusung kali ini adalah proses Peninjauan Kembali (PK) dan yang dipakai sebagai rujukan adalah PK pada kasus terpidana Tarmizi, mantan Panitera PN Jakarta Selatan sudah dikabulkan Majelis Hakim.

Dijelaskan dalam materi diskusi, mantan Panitera Jakarta Selatan Tarmizi terbukti menerima suap sebesar Rp. 400 juta. Majelis Hakim TIPIKOR Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada pokoknya menyatakan terdakwa terbukti secara sah melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 12 huruf a UU Tipikor dan divonis selama 6,5 lima tahun penjara.

Kemudian terpidana mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) dengan asumsi bahwa ada kekeliruan dalam putusan Hakim terkait pasal yang dijeratkan kepadanya selaku terpidana. Dalam kasus ini Tarmizi hanya penghubung bukan objek penentu atau pengambil keputusan. Majelis Hakim dalam putusannya meyakini bahwa Terdakwa terbukti secara sah melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 11 UU Tipikor dan atas hal tersebut Majelis Hakim menghukum Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan pidana denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar oleh Terpidana, maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan. Berdasarkan Putusan PK Aquo, Tarmizi mendapatkan pengurangan hukuman selama 3,5 tahun. Hal ini dapat disebut membuktikan bahwa putusan atau vonis hakim juga bisa mengalami kekeliruan atau kekhilafan.

Hery menegaskan dihadapan peserta diskusi bahwa, terkait Peninjauan Kembali kasus Tarmizi ini bisa dijadikan acuan atau yurisprudensi para pengacara saat menemukan kasus serupa. Terpidana masih bisa memanfaatkan peluang untuk mencari keadilan melalui upaya hukum luar biasa dengan bukti-bukti baru yang diajukan dihadapan majelis hakim,” imbuhnya.

Secara normatif, Hery menegaskan bahwa jika kedepan ditemukan ada kasus serupa dengan kasus yang menjerat Tarmizi, maka permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang telah dikabulkan ini bisa dijadikan sebagai rujukan atau yurisprudensi memperkuat bukti-bukti baru dalam pengajuan PK selain novum. (RWS/Saf)

About Post Author