22 Desember 2024

FORMULASI PERUBAHAN PADA KEBIJAKAN PUBLIK

Spread the love

FORMULASI PERUBAHAN PADA KEBIJAKAN PUBLIK

DALAM MEMPERBAIKI BIROKRASI PEMERINTAHAN

DI INDONESIA

DATA BUKU:

Judul Buku    : Reformasi Kebijakan Publik: Perspektif Makro dan Mikro

Penulis        : Hayat (Ed.)

Penerbit    : Prenadamedia Group

Tahun Terbit    : 2018

ISBN        : 978-602-422-455-4

Tebal Buku    : 344 Hal.

Di Era Otonomi Daerah seperti sekarang ini setiap negara dituntut untuk menetapkan kebijakan-kebijakan disetiap pemerintah dalam menjadikan kondisi kehidupan masyarakat baik ekonomi, sosial, maupun politik menjadi semakin efektif , efesien, dan kompetitif. Maka dari itu kebijakan publik mengalami berbagai tantangan yang semakin komprehensif. Upaya mencampuri, mempengaruhi, bahkan mengendalikan pihak lain dengan tujuan mewujudkan tujuan tertentu misalnya mencampuri urusan politik, ekonomi, maupun sosial yang semakin menguat seiring dengan menguatkan reformasi birokrasi menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan.

Kebijakan publik mempunyai porsi yang cukup ideal dalam penyelenggaraannya berawal dari policy formulation, policy implementation, and policy evaluation. Penyelenggaraan  pemerintah yang baik adalah harapan semua para masyarakat disuatu negara. Disitulah nilai-nilai kemaslahatan publik, kesejahteraan masyarakat, dan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Dalam buku ini penulis membahas 4 bagian yang menjelaskan secara rinci dan spesifik dari setiap bagian ataupun bab yang disajikan mengenai reformasi kebijakan. Penulis juga mencantumkan beberapa contoh masalah yang terjadi di Indonesia sendiri baik dari lingkungan ekonomi, lingkungan sosial, maupun lingkungan politik.

Pada Bagian 1 mengenai reformasi kebijakan publik, yang didalamnya menjelaskan reformasi kebijakan desentralisasi berdasarkan amandemen UUD 1945. Dalam amandemen tersebut penulis menyatakan ada beberapa pasal yang krusial salah satunya adalah Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan hasil amandemen tersebut melahirkan beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pemerintah daerah dan menjadi payung hukum dalam implementasi otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia. Dan ada beberapa Undang-Undang lainnya, bila melihat rentang waktu kehadiran setiap undang-undang tersebut sungguh merupakan perjalanan yang tidak mudah dan penuh dramatisasi. Hal tersebut tidak terlepas dari suasana kebatinan para penyusunannya serta situasi dan kondisi sosial politik pada saat undang-undang tersebut dirumuskan. (Kata penulis hal. 5). Penulis juga menjelaskan beberapa konsep reformasi kebijakan mulai dari filosofi dasar, pembagian susunan pemerintahan, peran dan fungsi utama pemerintahan daerah, penggunaan asas penyelenggaraan pemerintah, model organisasi pemerintah daerah dan lain sebagainya.

Tidak hanya itu saja penulis menjelaskan mengenai reformasi kebijakan dalam pengelolaan danau di daerah poso, dalam melakukan perubahan untuk meningkatkan pengelolaan danau di daerah poso dengan menganalisis tentang stakeholder. Penulis mengutip dari Freeman (1984:25) mendefinisikan stakeholder sebagai kelompok maupun individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh proses pencapaian tujuan suatu organisasi. Stakeholder juga disebut sebai pengelolaan ekosistem. Stakeholder sendiri memiliki peran penting dalam melakukan perubahan, namun sayangnya dalam undang-undang belum memuat pola keterlibatan stakeholder dalam pengelolaan danau secara jelas.

Selanjutnya penulis menjelaskan tentang meluruskan beberapa kebijakan reformasi birokrasi yang ada di Indonesia dengan sinergi area perubahan dan sasaran dalam reformasi birokrasi dan memperkuat spirit kebijakan reformasi birokrasi dengan Al-Mabadi Al khamsah yakni diantaranya: (1) As-Shidqu, mengandung pengertian sifat kejujuran atau kebenaran, kedisplinan dan keterbukaan. (2) Al-Amanah wal-Wafa bil ‘ahd. Al-Amanah secara bahasa artinya dapat dipercaya sedangakan wal-Wafa bil ‘ahd artinya menetapi janji. Artinya bahwa Al-Amanah wal-Wafa bil ‘ahd merupakan satu kesatuan. (3) Al-‘Adalah, merupakan sebuah prinsip menjunjung tinggi keadilan, objektivitas, proporsionalitas, dan taat asas. (4) At-Ta’awun, artinya adalah tolong menolong atau solidaritas. (5) Istiqamah, secara harafiah artinya adalah konsistensi. Jika sifat-sifat yang demikian dibudayakan dalam birokrasi maka seorang birokrat sebagai pelaksana kebijakan dan penyedia akan konsisten berpegang teguh pada visi, misi dan tujuan pembangunan yang telah direncanakan dan ditetapkan. Dan mengedepankan kepentingan bersama dan berorientasi memberikan layanan kepada masyarakat disekitarnya demi terwujudnya kesejahteraan

Dan yang terakhir mengenai palu zero poverty: mengurangi kebijakan penanggulangan kemiskinan. Di era demokrasi dan otonomi daerah ini, kebijakan publik tidak hanya menjadi kewenangan pemerintah namun menjadi produk legislasi yang dilahirkan dari oleh dan untuk publik. Dalam hal ini kemiskinan dikategorikan masalah utama penghambat pembangunan yang sifatnya kompleks dan multi dimensioanl. Penulis mengatakan bahwasannya kemiskinan bukan hanya berdimensi ekonomi tetapi juga sosial, buadaya, politik, bahkan juga ideologi. Sehingga untuk menanggulangi kemiskinan tersebut dari pemerintah Kota Palu menggunakan Konsep zero poverty digagas sejak beberapa tahun yang lalu oleh  Caritas Europe.

Pada Bagian 2 penulis membahas mengenai kebijakan publik. Penulis menguraikan mulai dari konsep kebijakan publik formulasi kebijakan yang didalamnya menjelaskan mengenai implementasi dalam kebijakan publik. Selanjutnya penulis melakukan perumusan kebijakan publik, dan penulis mencantumkan beberapa masalah yang sudah di implementasikan yaitu ialah implementasi reformasi kebijakan dalam pengelolaan danau limboto, implementasi kebijakan pengampunan pajak (Tax Amnesty) dan yang terakhir tentang kebijakan penataan organisasi  dalam perangkat daerah.

Pada Bagian 3 mengenai kebijakan dan pelayanan publik. Penulis menyatakan bahwasannya Pelayanan publik adalah instrumen utama dalam penerapan reformasi birokrasi untuk mencapai good governance. Good governance sebuah tujuan akhir dari rangkaian penyelenggaraan kebijakan publik. Dalam bagian ini penulis menjelaskan  tentang reformasi dan optimilasasi dalam pelayanan, pelayanan publik dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, dan yang terakhir mengenai policy partnership dalam mewujudkan kemandirian desa, namun demikian, penulis mengatakan kegiatan partnership untuk mewujudkan kemandirian desa dalam implemenatasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tersebut masih terjebak dalam formalitas implementasi program dan duplikasi terhadap program-program sebelumnya. Penulis juga menyatakan secara konsep dalam mewujudkan kemandirian desa sangatlah bagus namun dalam implementasi masih membutuhkan sentuhan yang lebih serius dengan menempatkan pemerintah dan masyarakat desa sebagai subjek kebijakan bukan sebagi objek.

Pada Bagian 4 penulis membahas mengenai kebijakan dan otonomi daerah.  Didalamnya penulis menganalisa berbagai dampak kebijakan dalam program kebun sekolah untuk mengatasi kekurangan gizi pada anak. Karena Indonesia sendiri termasuk negara dengan penduduk yang kurang mengonsumsi buah dan sayuran.  Sehingga pemerintah dapat membantu masyarakat dalam hal konsumsi buah dan sayur-sayuran, dapat dilakukan dengan cara membuat program-program diantaranya memberi makanan sehat terhadap anak-anak melalui sekolah-sekolah yang sudah terindikasi mengalami malnutrisi (kekurang gizi). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Hirscman dan Chriqui (2012) mengemukakan bagaimana kebijakan pemerintah yang ingin menjamin dan menjaga kesehatan siswa sekolah melalui kebijakan dan program makan di sekolah (Hal.296)

Dan yang terakhir mengenai senjakala otonomi daerah. Penulis menguraikan tentang awal diberlakunya UU No. 32 Tahun 2004 dan digantikan oleh UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, banyak aspek positif yang diharapkan dalam pemberlakuan undang-undang tersebut. Penulis menyatkan Otonomi Daerah dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk mengatur diri sendiri. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah sangatlah bagus, yaitu guna untuk memberdayakan daerah, termasuk masyarkatnya dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan pembangunan. Namun menurut Haris dkk., 2005 yang dikutip oleh Hayat dalam buku ini bahwa, Dalam proses implementasi otonomi daerah yang pelaksanaannya secara komprehensif baru berlaku januari 2001 ini dalam pelaksanaanya tidaklah berjalan mulus dan masih menghadapi kendala-kendala, baik itu pada tataran konsepsual maupun praktik-praktik lapangan jika tidak dilakukan perbaikan segera akan mengahambat tujuan otonomi itu sendiri.

Maka dari beberapa point penting yang sudah disampaikan diatas, untuk melakukan evaluasi pada suatu kebijakan tidak serta merta akan menjadi bahan dalam proses atau formulasi kebijakan, sehingga dibutuhkan sebuah konsep ulang dalam penyusunan formulasi kebijakan, yaitu reformasi kebijakan publik sebagai langkan konkret untuk menemukan formula baru, dan mengganti formula yang ada atau memperbaiki formula yang sudah ada dalam perbaikan birokrasi pemerintahan ataupun kebijakan publik dalam suatu negara.

Oleh karena itu, penjelasan yang disampaikan penulis melalui buku ini sangatlah bermanfaat dan penting untuk kita ketahui terutama bagi kalangan akademis, pengamat kebijakan serta pembuat kebijakan publik. Didalam buku ini, juga diperlihatkan berbagai perumusan ataupun pengimplematasi dalam suatu reformasi kebijakan yang harus kita telusuri, memperhatikan, menelaah dan menerapkan ketika kita membuat sebuah kebijakan yang berkualitas dan dapat memenuhi kepuasan masyarakat. Namun alangkah baiknya penggunaan kata-kata yang tidak mudah dipahami lebih diminimalisir, agar para pembaca lebih mudah memahami makna yang terdapat didalamnya.

Biodata Resentator:

Nama         : Indah Septiana Sutarno

Alamat        : Wemasa, desa litamali, kecamatan kobalima, kabupaten malaka.

No HP        : 081231694228

About Post Author